Senin, 28 Januari 2013

Sejarah Gelombang BONO


Gelombang ini adalah akibat benturan 3 arus air laut di Selat Malaka dan dari laut Cina Selatan  yang bertemu dan berbenturan hingga menjadikannya sebuah gelombang alun yang besar menggulung menuju muara sungai Kampar dan menghempas ke pinggir ataupun ke tempat-tempat dangkal sehingga apa saja yang ada di dekatnya dapat dimusnahkannya, tidak kecuali kapal-kapal besar sekalpun.

Jika kita sedang berada di sekitar daerah bono, kemudian terdengar suara dentuman dan deru jauh dari laut sana, maka segeralah bersiap-siap untuk mencari perlindungan yaitu dengan tetap di laut mencari daerah yang airnya dalam atau kembali ke darat dengan sekaligus membawa perahunya ke darat. Cara lain adalah dengan mencari dan memasuki sungai-sungai kecil sebagai tempat berlindung hingga bono melewati kita saat kita berada di sungai.

Seandainya kita berada di daerah dangkal pada saat bono sampai, maka kita akan dihempaskannya dan kemungkinan kerusakan berat akan terjadi hingga hancurnya kapal atau perahu yang kita tumpangi.

Menurut legenda, bono yang ada di sungai Kampar seluruhnya berjumlah 7 (tujuh) ekor, salah satu dari ketujuh bono itu yang merupakan anaknya ditembak oleh meriam  Belanda sehingga yang tersisa adalah 6 (enam) ekor. Karena anaknya mati dan menghilang ditembak Belanda, maka ke enam bono tersebut mengamuk dan menghancurkan apa saja yang ada di dekat mereka. Secara bergantian dari yang besar hingga yang kecil bono datang dalam masa-masa tertentu untuk menunjukkan kekuatan dan kedahsyatannya bagaikan seorang induk yang marah dan mengamuk karena kehilangan anaknya.

Menurut cerita lain, kononnya, bono yang ada di sungai Kampar ini adalah Bono Jantan, sedangkan Bono Betinanya berada di sungai Rokan. Di musim pasang mati, Bono Jantan  menemui Bono Betina, kemudian mereka pergi bersama-sama ke selat Malaka untuk bermain dan  bersantai disana. Apabila bulan mulai membesar mereka pun kembali ke tempat masing-masing, lalu bermain memudik sungai Kampar (yang jantan) dan sungai Rokan (yang betinanya). Semakin penuh bulan di langit, semakin bertambah gembiranya mereka berpacu memudiki sungai itu, berderu, bergemurh hingga sampai ke temapt masing-masing.

Sebagian cerita  lain dari masyarakat lokal juga mengisahkan hal yang sama, namun mereka mengibaratkan bono tersebut dengan seekor naga yang bertemu di selat Malaka untuk bermain dengan pasangannya dan kembali memudiki sungai Kampar dan Sungai Rokan untuk kembali ke sarangnya dengan bersemangat dan bergembira hingga menimbulkan gelombang besar dan menghempas apa saja yang dilewatinya.

Cerita tersebut di atas merupakan cerita masyarakat yang telah menjadi legenda keberadaan Bono di Kabupaten Pelalawan. Cerita tersebut dituturkan turun temurun hingga sekarang masih dapat ditemui di kalangan masyarakat di daerah Teluk Meranti dan sekitarnya.

Namun yang lebih menarik adalah ketika seseorang mengemudikan perahunya meluncur di punggung ombak dan mengikuti gelombang itu seperti sedang berselancar di atas ombak besar dan menyerupai seperti berada di atas punggung kuda, sehingga disebut juga dengan Bekudo Bono. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang sudah terbiasa dengan bono dan tentunya mempunyai keberanian yang besar hingga dapat bermain main dengan bono yang setiap saat bisa mengamuk dan menghancurkan apa saja di sekitarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © . cempiyai - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger